Puluhan Warga Ponorogo Hidup dalam Pasungan
PONOROGO (TEROPONGREYOG),-Puluhan penderita gangguan kejiwaan asal Kabupaten Ponorogo dipasung pihak keluarga. Berdasarkan
catatan Dinas Kesehatan Pemkab Ponorogo, di seluruh wilayah bumi reog
terdapat 74 penderita gangguan jiwa yang dipasung. Hal ini mengalami
kenaikan dibanding tahun sebelumnya. "Mulai Januari 2013 ada 74
orang yang dipasung. Jumlah itu naik karena tahun sebelumnya 68 orang,"
terang Hariono Kasi Rujukan Dinas Kesehatan Pemkab Ponorogo kepada
Kamis (9/5).
Jumlah itu, kata Hariono tersebar di 21 kecamatan di Kabupaten Ponorogo.
Sedangkan terbanyak berada di Kecamatan Sawoo yang mencapai 14 orang terpasungan.
"Paling banyak di Sawoo. Sisanya menyebar dan hampir semua sudah didatangi petugas dan tertangani," paparnya.
Meski demikian, kata ketua PPNI Ponorogo ini, ada pihak keluarga yang melarang petugas menangani penderita.
Oleh karenanya, ada yang terputus karena petugas tidak bisa masuk lebih dalam karena pihak keluarga melarangnya. "Jangan di apa-apain biarkan saja daripada mengamuk," ungkapnya menirukan keluarga penderita kejiwaan.
Selain karena masalah ekonomi, kata Hariono, keputusan memasung karena pertimbangan keselamatan jiwa, baik masyarakat maupun penderita.
"Biasanya mereka dipasung karena pertimbangan sering menyerang anggota keluarga dan mengamuk," paparnya.
Hariono mencontohkan, penderita gangguan jiwa karena faktor eksternal didominasi karena beratnya tekanan hidup, yakni masalah ekonomi keluarga.
Selain itu, masalah asmara dan rasa takut yang berlebihan (scizofrenia) juga ikut berperan memicu perubahan perilaku psikologis secara drastis.
"Kalau faktor penyebab internal, lebih karena faktor penyakit turunan," ucapnya.
Hariono menjelaskan, penderita scizofrenia, proses penyembuhan tidak hanya mutlak melalui pemberian obat-obatan (medicotherapi).
Akan tetapi, juga harus didukung dengan psikoterapi. Caranya, dengan sering diajak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungan. Karena itu, upaya psikoterapi butuh dukungan banyak pihak, termasuk birokrasi di tingkat kecamatan sampai desa.
"Semua faktor penting untuk pemulihan," urainya.
Sedang mengenai ketersediaan obat, Hariono menegaskan, hingga kini masih mencukupi. Metode pengobatan bagi penderita gangguan jiwa dilakukan secara bertahap.
"Misalnya, hari ini disuntik, besok Didatangi lagi. Jika masih mengamuk, maka akan dipasung. Sebaliknya, kalau sudah tenang dan mampu bersosialisasi, akan dilepas,” katanya.
Sementara bagi keluarga yang memilih memasung penderita gangguan jiwa hendaknya memperhatikan kesehatannya. Agar tidak memasung kaki atau tangan menggunakan balok kayu. Sebab, teknik semacam itu dapat membuat penderita cacat fisik.
"Kami minta keluarga memperhitungkan sisi kesehatan penderita, yakni dengan memperhatikan sarana buang air dan lainnya. Penderita rentan terkena penyakit medik serta dapat terkena penyakit paru-paru karena pnemonia ortostatik,” jelasnya.
Upaya penangan ini sejalan dengan target Provinsi Jatim yang mencanangkan bebas pasung tahun 2014 nanti. Karena itu, pihak terkait berupaya keras mengurangi terjadinya pemasungan warga yang mengalami gangguan jiwa. Meski tahun depan belum seluruhnya bisa dientaskan.(warok/tribun)
Jumlah itu, kata Hariono tersebar di 21 kecamatan di Kabupaten Ponorogo.
Sedangkan terbanyak berada di Kecamatan Sawoo yang mencapai 14 orang terpasungan.
"Paling banyak di Sawoo. Sisanya menyebar dan hampir semua sudah didatangi petugas dan tertangani," paparnya.
Meski demikian, kata ketua PPNI Ponorogo ini, ada pihak keluarga yang melarang petugas menangani penderita.
Oleh karenanya, ada yang terputus karena petugas tidak bisa masuk lebih dalam karena pihak keluarga melarangnya. "Jangan di apa-apain biarkan saja daripada mengamuk," ungkapnya menirukan keluarga penderita kejiwaan.
Selain karena masalah ekonomi, kata Hariono, keputusan memasung karena pertimbangan keselamatan jiwa, baik masyarakat maupun penderita.
"Biasanya mereka dipasung karena pertimbangan sering menyerang anggota keluarga dan mengamuk," paparnya.
Hariono mencontohkan, penderita gangguan jiwa karena faktor eksternal didominasi karena beratnya tekanan hidup, yakni masalah ekonomi keluarga.
Selain itu, masalah asmara dan rasa takut yang berlebihan (scizofrenia) juga ikut berperan memicu perubahan perilaku psikologis secara drastis.
"Kalau faktor penyebab internal, lebih karena faktor penyakit turunan," ucapnya.
Hariono menjelaskan, penderita scizofrenia, proses penyembuhan tidak hanya mutlak melalui pemberian obat-obatan (medicotherapi).
Akan tetapi, juga harus didukung dengan psikoterapi. Caranya, dengan sering diajak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungan. Karena itu, upaya psikoterapi butuh dukungan banyak pihak, termasuk birokrasi di tingkat kecamatan sampai desa.
"Semua faktor penting untuk pemulihan," urainya.
Sedang mengenai ketersediaan obat, Hariono menegaskan, hingga kini masih mencukupi. Metode pengobatan bagi penderita gangguan jiwa dilakukan secara bertahap.
"Misalnya, hari ini disuntik, besok Didatangi lagi. Jika masih mengamuk, maka akan dipasung. Sebaliknya, kalau sudah tenang dan mampu bersosialisasi, akan dilepas,” katanya.
Sementara bagi keluarga yang memilih memasung penderita gangguan jiwa hendaknya memperhatikan kesehatannya. Agar tidak memasung kaki atau tangan menggunakan balok kayu. Sebab, teknik semacam itu dapat membuat penderita cacat fisik.
"Kami minta keluarga memperhitungkan sisi kesehatan penderita, yakni dengan memperhatikan sarana buang air dan lainnya. Penderita rentan terkena penyakit medik serta dapat terkena penyakit paru-paru karena pnemonia ortostatik,” jelasnya.
Upaya penangan ini sejalan dengan target Provinsi Jatim yang mencanangkan bebas pasung tahun 2014 nanti. Karena itu, pihak terkait berupaya keras mengurangi terjadinya pemasungan warga yang mengalami gangguan jiwa. Meski tahun depan belum seluruhnya bisa dientaskan.(warok/tribun)
0 Response to "Puluhan Warga Ponorogo Hidup dalam Pasungan"
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.